PONTIANAK — Pemerintah Kota Pontianak bersama sejumlah kepala daerah se-Kalbar resmi sepakat dengan Kejaksaan Tinggi Kalbar soal penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana berancaman hukuman tertentu.
Kesepakatan ini menjadi pintu masuk penerapan KUHP Nomor 1 Tahun 2023 yang efektif berlaku awal 2026, khususnya melalui skema collaborative justice.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyebut pidana kerja sosial akan menjadi opsi penyelesaian perkara yang lebih humanis.
“Terutama bagi pelanggar dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun,” ujar Edi usai penandatanganan MoU di Aula Kejati Kalbar, Kamis (4/12/2025).
Skema sanksi ini memungkinkan pelaku pidana menjalankan aktivitas sosial seperti pembersihan lingkungan, pelatihan keterampilan hingga kegiatan pelayanan publik.
Pengawasan dilakukan pemerintah daerah melalui koordinasi teknis lintas OPD.
“Misalnya Satpol PP dan dinas terkait yang berhubungan dengan fungsi pembinaan,” kata Edi.
Ia menambahkan, mekanisme perdamaian antara pelaku dan korban juga terbuka diterapkan sebagai bagian dari penyelesaian perkara. Pendekatan ini menjadi bagian dari prinsip keadilan restoratif dan pemulihan sosial dalam KUHP baru.
Menurut Edi, kerja sosial jauh lebih relevan dibanding penghukuman konvensional.
“Melalui MoU ini, pemerintah daerah dan kejaksaan dapat bersinergi dalam pembinaan pelaku tindak pidana agar mereka dapat kembali ke masyarakat dengan lebih baik,” ujarnya.
KUHP baru menekankan rehabilitasi dan perbaikan relasi sosial. Narapidana tidak hanya diberi hukuman, tetapi juga bekal keterampilan sebelum kembali ke masyarakat.
Pemerintah daerah kini diberi peran dominan memastikan langkah pemulihan berjalan terukur, bukan sekadar formalitas. (mas)


