Analis Warta Logo
BerandaEksekutifHealingLegislatifPeristiwaIKNMBG
Berita TerkiniEksekutifHealingLegislatifPeristiwaIKNMBGKMP
Beranda / Berita / Healing / "Ngengkol Sepeda 30 Kilometer ...
Healing

"Ngengkol Sepeda 30 Kilometer Demi Ilmu", Kisah Masa SMA Sujiwo yang Menggetarkan Pelajar di Desa Limbung

10 Oktober 2025
31 menit membaca
Admin
"Ngengkol Sepeda 30 Kilometer Demi Ilmu",  Kisah Masa SMA Sujiwo yang Menggetarkan Pelajar di Desa Limbung

Bupati Kubu Raya Sujiwo saat menghadiri penyerahan beasiswa bagi pelajar jurang mampu namun berprestasi Kamis (9/10/2025), Aula Kantor Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kubu Raya. (PROKOPIM KUBU RAYA)

Bagikan:

Pagi menjelang siang yang cerah, di Aula Kantor Desa Limbung berubah menjadi momen penuh haru dan inspirasi. Di hadapan 60 pelajar penerima beasiswa dari keluarga tidak mampu, Bupati Kubu Raya Sujiwo tak hanya menyerahkan bantuan pendidikan, tetapi juga membuka lembar kisah perjuangannya di masa remaja,  kisah tentang peluh, jeweran dan tempelengan guru, serta tekad untuk menaklukkan kemiskinan.

 

"Sebuah Pagi, Sebuah Inspirasi"

Sekitar pukul 10.15 WIB, Kamis (9/10/2025), Aula Kantor Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya dipenuhi raut wajah ceria anak-anak berseragam sekolah. Mereka adalah 60 pelajar berprestasi dari keluarga kurang mampu yang bersekolah di wilayah Desa Limbung, terdiri atas 45 pelajar SD, 10 pelajar SMP, dan 5 pelajar SMA.

Mereka hadir untuk menerima beasiswa yang diinisiasi oleh Pemerintah Desa Limbung, sebuah langkah nyata dari desa kecil untuk memajukan pendidikan warganya.

Namun, pagi itu menjadi lebih dari sekadar seremoni penyerahan beasiswa. Bupati Kubu Raya Sujiwo, yang hadir dalam acara tersebut, mengubah suasana menjadi ruang refleksi yang menyentuh hati. Dengan nada hangat dan jujur, ia berbagi kisah masa lalunya, kisah seorang anak desa yang menempuh 30 kilometer setiap hari dengan sepeda demi meraih ilmu.

 "Dari Rasau Jaya ke Sekolah, dengan Sepeda dan Doa"

“Anak-anakku semuanya harus semangat,” ujar Sujiwo membuka ceritanya. “Dulu orangtua bapak juga orang miskin, mungkin lebih miskin dari orang tua kalian.” ujarnya membuka cerita.

Ia lalu mengenang masa SMA-nya di SMA Negeri 1 Sungai Raya, sekitar tahun 1986. Saat itu, ia tinggal di Rasau Jaya, dan setiap hari harus mengayuh sepeda sejauh 30 kilometer menuju sekolah. Pagi berangkat, sore Kembali,  tanpa keluhan, hanya doa dan harapan.

“Bayangin dari Rasau Jaya naik sepeda, ngengkol (mengayuh) sejauh 30 kilometer setiap pagi. Kadang sampai sekolah sudah capek, ketiduran di kelas, dan sering dijewer guru,” kenangnya, disambut tawa kecil para siswa.

Untuk menahan kantuk, ia bahkan mencubit telinganya dan kelopak matanya sendiri, tapi tubuhnya tak mampu melawan lelah.

“Guru-guru enggak tahu kalau saya habis ngengkol sepeda jauh dan capek banget,” ucapnya.

Namun suatu hari, segalanya berubah. Sujiwo dipanggil oleh gurunya, almarhum Pak Mansyur kepala sekolah sekaligus guru matematika yang dikenal tegas. Ia dipanggil di ruang wakil kepala sekolah, Ia mengira akan kembali ditempeleng karena ketiduran. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Entah dari mana ia tahu, perihalnya yang mengayuh sepeda hingga sampai ke sekolah, kelelahan hingga tertidur. Dengan nada lirih ia bertanya, di bola matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu pergi ke sekolah pakai apa?, kamu tinggal di mana?," ujar Sujiwo menirukan pertanyaan Pak Mansyur yang masih diingatnya hingga sekarang.

Setelah menjawab semua pertanyaan dari sang guru yang selama ini ia segani dan takuti.

“Pak Mansyur berdiri, lalu memeluk saya sambil menangis. Katanya, ‘Bapak minta maaf ya le, saya enggak tahu kalau kamu dari Rasau pakai sepeda,’” tutur Sujiwo dengan suara bergetar.

Seisi aula pun terdiam, larut dalam kisah itu. Beberapa guru dan orang yang hadir tampak menyeka air mata.

“Sekolah, Ojek, dan Tekad yang Tak Pernah Padam”

Setelah kejadian itu, Sujiwo sempat berniat berhenti sekolah di Sungai Raya karena kelelahan. Namun ayahnya justru menyemangati dengan cara lain.

“Entah dari mana uangnya, orang tua saya tiba-tiba membelikan motor, tapi dengan syarat SPP, bensin, baju, sepatu semua harus saya tanggung sendiri,” kenangnya.

 Dari situlah kisah perjuangan barunya dimulai. Ia bersekolah sambil mengojek — mengantar penumpang dari Rasau ke Sungai Durian hanya untuk mendapatkan Rp750. Kadang dari Rasau ke Pinang Luar, dibayar Rp200.

“Yang penting cukup buat isi bensin,” ujarnya sambil tersenyum.

Kisah sederhana itu menjadi potret kegigihan yang nyaris punah di era serba instan. Ia ingin anak-anak di hadapannya tahu bahwa masa depan yang cerah bukan hanya milik orang kaya.
“Masa depan yang gemilang itu juga milik anak-anak dari keluarga sederhana. Banyak orang miskin yang akhirnya sukses karena tekun, rajin, dan patuh pada orang tua dan guru,” ucapnya menegaskan.

 “Amplop Kecil, Pesan Besar”

Sebelum bercerita, Sujiwo lebih dulu memberikan apresiasi kepada Kepala Desa Limbung yang telah mengalokasikan dana desa untuk beasiswa. Ia bahkan menambahkan sumbangan pribadi.

“Nanti juga akan bapak tambah, ada bapak amplopin ini. Ada yang mau amplop?” ujarnya berseloroh.

Seketika, puluhan jari mungil teracung tinggi. Aula kembali riuh oleh tawa.

“Isinya cuma Rp50.000, buat uang jajan ya,” katanya, lalu menitipkan amplop-amplop itu kepada Kepala Desa.

Namun di balik canda dan amplop sederhana itu, terselip makna mendalam. Bahwa kepedulian kepada pendidikan bukan hanya soal angka, melainkan soal hati.

“Terima kasih Pak Kades, kebijakan seperti ini sangat membantu anak-anak kita. Ini contoh kebijakan yang berpihak pada pendidikan dan masa depan generasi Kubu Raya,” ujar Sujiwo penuh harap.

"Dari Desa, Lahir Asa"

Bupati Sujiwo menegaskan bahwa kebijakan Desa Limbung akan dijadikan contoh bagi desa-desa lain di Kubu Raya.

“Saya akan sampaikan kepada kepala desa lainnya, agar mereka juga berani mengambil kebijakan yang berpihak pada pendidikan,” tegasnya.

Menurutnya, banyak keluarga di desa yang hanya mampu memenuhi kebutuhan makan harian, sementara biaya sekolah anak sering menjadi beban berat.

Ia menutup pidatonya dengan pesan yang menggugah:
“Anak-anakku, jangan menyerah. Rajin belajar, rajin ibadah, nurut pada orang tua dan guru. Kalau kalian disiplin dan bersungguh-sungguh, kalian pasti bisa sukses, sama seperti bapak dulu.”

Jejak Inspirasi dari Seorang Anak Desa

Acara penyerahan beasiswa di Desa Limbung hari itu bukan sekadar kegiatan seremonial. Ia menjadi ruang refleksi, bahwa di balik setiap keberhasilan, ada peluh dan doa yang panjang.
Kisah Sujiwo bukan hanya kisah seorang bupati, melainkan kisah seorang anak desa yang tak menyerah pada keterbatasan.

Dan bagi 60 pelajar penerima beasiswa itu, kisah ini bukan sekadar cerita masa lalu. Ia adalah bahan bakar harapan, bahwa dari sepeda dan tekad, dari desa yang sederhana, masa depan yang gemilang bisa dilahirkan. (Jaka Iswara)

 

Tag:

BupatiKubu RayaSujiwoRasau pelajarsemangat

Berita Terkait

1

Tenun Tak Sekadar Benang, Dekranasda Sekadau Rajut Kreativitas dan Warisan Budaya Lewat Pelatihan Lanjutan

Healing
11 Oktober 2025
2

Menjemput Asa yang Hilang, Seruan Yusran Anizam agar Anak Kubu Raya Tak Kehilangan Masa Depan

Healing
8 Oktober 2025
3

Jalan Harapan di Ujung Kubu, Janji Sujiwo Menghubungkan Asa dari Kampung ke Kampung

Healing
4 Oktober 2025
4

Menjemput Senja di Rasau Jaya, Ketika Dermaga Disulap Jadi Ruang Publik Kekinian

Healing
4 Oktober 2025
5

Hiu Paus Botubarani: Wisata Raksasa yang Butuh Sentuhan Lembut

Healing
30 September 2025
6

Syair Gulung Menggema di Sungai Kedang, Generasi Muda Ambil Bagian

Healing
27 September 2025

Ikuti Kami

Analis Warta Logo

Analis Warta - Tempat informasi bertemu dengan analisis mendalam.

InstagramTikTok

Kategori

  • Berita Terkini
  • Eksekutif
  • Healing
  • Legislatif
  • Peristiwa
  • IKN
  • MBG
  • KMP

Lainnya

  • Tentang Kami
  • Jasa Kami
  • Visi & Misi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Pedoman Media Siber
  • Pasang Iklan

Kontak

  • 085252506154
  • [email protected]

© 2025 Analis Warta. Hak Cipta Dilindungi.

Pedoman Media SiberKebijakan Privasi