PONTIANAK—Air yang datang pada awal Desember 2025 bukan sekadar pasang rutin.
Genangan merembes lebih jauh, mencapai rumah-rumah yang dulu masih kering.
Di Jalan Kom Yos Soedarso, Pontianak Barat, Supiati kembali mengangkat kulkas ke atas papan kayu, menunggu pasang surut sebagai bagian dari rutinitas harian.
“Tidak tinggi, cuma mata kaki. Tapi kalau sering, tetap capek,” ucapnya.
Banjir rob bukan fenomena baru. Namun tanda-tanda tahun ini mencerminkan pola yang pernah diperingatkan dalam pertemuan formal pada 2024 antara peneliti University of Waterloo, Universitas Syiah Kuala, dan Bappeda Pontianak.
Saat itu, proyeksi banjir jangka panjang dibeberkan lewat simulasi periode ulang.
Dalam skenario 10 tahun, genangan maksimum diperkirakan mencapai kedalaman dua meter.
Pada periode 25 tahun, area terdampak meluas hingga kawasan pemukiman dataran rendah dengan kedalaman air menyentuh 3,75 meter.
Untuk periode 50 dan 100 tahun, kedalaman maksimum diproyeksikan menembus 3,81 hingga 3,89 meter, mendominasi zona dekat sungai dan menjangkau wilayah yang selama ini dianggap aman.
Prediksi itu bukan lagi sekadar tabel; sebagian fragmennya sudah menjelma kenyataan.
Di kios kecil dekat bantaran sungai, Rahmat menumpuk karung pasir di depan pintu kios. Air yang merembes, kata dia.
Dua tahun lalu, sekelompok mahasiswa membawa peta dan kamera ke kawasan ini.
Mereka memotret parit, mengukur elevasi halaman, dan menanyakan tinggi air ketika pasang.
Bagi warga, itu hanya rangkaian penelitian. Kini garis bekas air itu tidak hilang; ia membentuk pola tipis yang terus naik beberapa sentimeter setiap tahun.
“Waktu itu mereka bilang air laut naik terus. Saya kira itu cuma hitungan komputer,” kata Supiati.
Air bukan hanya menggenangi jalan. Ia mengubah keputusan keluarga. Di satu rumah, seorang remaja menunda sekolah.
“Nanti saja, tunggu surut,” katanya.
Jadwal belajar menyesuaikan pasang. Aktivitas belanja menunggu keringnya halaman. Kasur tipis dijemur setiap dua-tiga hari setelah lembap.
Sementara itu Pemerintah Kota Pontianak mengerahkan petugas untuk membersihkan saluran air dan mengimbau warga memindahkan barang berharga ke tempat lebih tinggi.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono meminta warga waspada terhadap kombinasi pasang dan hujan ekstrem, sambil memastikan drainase berjalan efektif.
Sebelumnya, janji solusi pernah datang dari pasangan Edi-Bahasan saat masa kampanye: masterplan penanganan genangan, peninggian jalan di titik rawan, optimalisasi jaringan parit hingga pompa air.
Dalam 100 hari pertama, normalisasi saluran menjadi agenda utama. Namun banjir tidak menunggu rampungnya proyek.
Menjelang sore, air surut. Jalan kembali padat, papan kayu diturunkan dari perabot, dan keluarga kembali beraktivitas.
Namun garis air tetap membekas di dinding, menjadi penanda ritme berikutnya.
Air itu tidak benar-benar pergi. Ia hanya mundur sementara, menunggu putaran rob berikutnya, sebuah siklus yang kini tidak lagi tampak acak, tetapi mengikuti prediksi yang pernah dibacakan di ruang rapat, jauh sebelum menjejak di ruang tamu warga. (tim)


