KETAPANG - Air Sungai Subali di Kecamatan Air Upas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, kembali disorot.
Air yang keruh dan berbau membuat warga takut mandi, apalagi menggunakannya untuk minum. Nelayan pun terpaksa menggantung jala karena ikan kian sulit dicari.
Aleksuandi, nelayan lokal, sudah tiga bulan tak melaut.
“Ikan susah dicari. Air keruh, mau mandi saja takut,” katanya, dikuti pada video youtube, PonTV.
Keluhan serupa datang dari Uyan, warga sekitar. Menurutnya, air Sungai Subali mengeluarkan bau tak wajar sejak beberapa bulan terakhir.
Warga menduga pencemaran berasal dari aktivitas pertambangan PT Cita Mineral Investindo (CMI) di sekitar bantaran sungai.
Mereka menuding tanggul perusahaan bocor, menyebabkan limbah masuk ke aliran air. Upaya mediasi sudah dilakukan, mulai dari kantor camat hingga pertemuan dengan perusahaan. Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut.
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (Perkim LH) Kabupaten Ketapang akhirnya buka suara.
Dalam keterangan di laman Instagram Ketapang Media Center pada 8 September 2025, dinas mengimbau masyarakat tidak menggunakan air sungai untuk konsumsi. Hasil uji laboratorium menunjukkan Sungai Subali telah tercemar ringan.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perkim LH Ketapang, Devi Harinda, menyebut hasil uji laboratorium sudah disampaikan ke Bupati Ketapang, Camat Air Upas, Polsek Marau, kepala desa, hingga perwakilan PT CMI.
“Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik, disaksikan warga dan aparat terkait,” ujar Devi. Secara visual, warna air terlihat kekuningan meski tanpa bau menyengat.
Dari hasil verifikasi lapangan, diketahui perhuluan Sungai Subali melintasi perkampungan dan jalan penghubung SP 5–Air Upas dengan kondisi tanah laterit.
Lokasi tambang terdekat berjarak sekitar satu kilometer dari aliran sungai. Pengambilan sampel dilakukan pada 21 Mei 2025, diawali pertemuan di kantor PT CMI site Air Upas.
Manager HSE PT CMI, Doni Roberto, menyatakan perusahaan sudah melakukan pengelolaan lingkungan sesuai prosedur.
Di antaranya membuat kolam pengendapan sedimen untuk meminimalkan limpasan ke sungai, mengelola limbah B3 sesuai aturan, serta melakukan reklamasi progresif.
“Hasil pemantauan lingkungan kami laporkan secara rutin ke Dinas Lingkungan Hidup Kalbar dan Kementerian Lingkungan Hidup melalui sistem SIMPEL,” ujar Doni.
Meski begitu, suara warga belum terjawab. Sungai Subali tetap keruh, nelayan berhenti mencari ikan, dan masyarakat hanya bisa menunggu tindak lanjut nyata dari pemerintah maupun perusahaan.
“Yang kami butuh itu air bersih, bukan janji,” kata Aleksuandi. (sri)