BALI - Di Bali, koperasi desa tak lagi bicara soal arisan beras atau simpan pinjam recehan. Kini, Kopdes Merah Putih digadang jadi “bayi ajaib” bernilai ratusan triliun, lahir dengan pengawasan ketat dan ambisi menumbuhkan kemandirian ekonomi dari akar desa.
Rapat Koordinasi Regional Kopdes Merah Putih pertama digelar di Kantor OJK Bali, Selasa (16/9/20250).
Kementerian Koperasi lewat Sekretaris Ahmad Zabadi menekankan percepatan pengembangan koperasi desa, dari akses pembiayaan hingga pembangunan gudang.
Zabadi mengingatkan, lebih dari 80 persen Kopdes belum punya aset fisik.
“Presiden Prabowo menekankan agar pembiayaan tak berhenti di modal kerja, tapi juga pembangunan gudang minimal 20x30 meter,” katanya.
Fasilitas ini dianggap kunci memperlancar distribusi barang subsidi dan kebutuhan pokok.
Rakor ini membidik enam wilayah—Bali, Batam, Makassar, Banten, Pontianak, hingga Ternate—dengan agenda sosialisasi skema pembiayaan dan pelatihan penyusunan proposal usaha.
Pemerintah menargetkan 80 ribu Kopdes Merah Putih beroperasi optimal hingga akhir tahun.
Di Bali, ada 716 Kopdes berbadan hukum. Meski begitu, menurut Kepala Dinas Koperasi Bali Tri Arya Dhyana Kubontubuh, kendala masih menumpuk: permodalan, kompetensi pengurus, hingga keterbatasan pendamping.
“Kami sudah lakukan pelatihan bagi 90 pengurus dan kini 75 persen Kopdes sudah aktif di SIMKOPDES,” ujarnya.
Anggota Komisi VI DPR Nengah Senantara menyebut Kopdes Merah Putih sebagai “bayi ajaib” dengan modal jumbo Rp400 triliun. Pengawasannya pun ketat: 18 kementerian/lembaga, plus KPK dan kepolisian ikut mengawal.
“Fondasinya kuat, pengelolaannya transparan. Ini jalan menuju kemandirian ekonomi desa,” kata Nengah.
Koperasi desa kini tengah dituntun keluar dari citra lama menuju wajah baru: agregator ekonomi desa dengan modal raksasa, gudang penyimpanan, dan pengawasan berlapis.
Ambisinya jelas, kemandirian ekonomi dari desa, dengan Kopdes Merah Putih sebagai motor penggeraknya. (git)