Seekor raksasa jinak muncul dari birunya laut Botubarani. Bukan monster, melainkan hiu paus—penghuni samudra yang kini jadi primadona wisata Gorontalo. Tapi, di balik pesonanya yang menakjubkan, terselip pesan tegas: jangan sampai cinta pada wisata membuat kita lupa menjaga rumah sang raksasa.
Suasana Desa Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Minggu (28/9/2025), tampak berbeda. Wajah warga dan pelaku wisata setempat sumringah, karena kedatangan tamu istimewa: Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa.
Namun bukan hanya soal kunjungan pejabat, yang lebih penting adalah pesan yang ia titipkan—wisata hiu paus harus berjalan beriringan dengan konservasi.
“Yang paling penting dari diskusi ini adalah bagaimana wisata di sini dapat berkembang secara berkelanjutan. Kita harus menjaga area konservasi dan kelestarian hiu paus agar daya tarik wisata ini tetap ada di masa depan,” ujar Ni Luh Puspa di depan warga.
Sejak pertama kali muncul pada 2016, hiu paus (Rhincodon typus) memang jadi magnet utama Botubarani. Bayangkan, hewan laut raksasa ini bisa dinikmati hanya dari bibir pantai.
Wisatawan pun punya banyak cara: naik perahu nelayan, paddleboard, hingga perahu transparan dengan bonus foto drone yang dramatis. Namun, semakin banyak wisatawan datang, semakin besar pula tanggung jawab menjaga kenyamanan sang bintang laut ini.
Wamenpar menekankan, wisatawan harus ikut serta dalam konservasi: tidak memberi makan langsung, menjaga jarak aman, dan tidak mengotori laut.
“Hiu paus adalah daya tarik utama Botubarani. Tapi ia hanya akan tetap ada jika kita mampu menjaganya,” katanya.
Bagi masyarakat setempat, kehadiran hiu paus bukan hanya soal atraksi, tetapi juga berkah ekonomi.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Botubarani, Wahab Matoka, mengakui perubahan besar sejak desa mereka jadi destinasi populer.
“Kami ingin wisata di sini berbeda dari Bali, tetapi jumlah pengunjungnya bisa setara dengan Bali,” ujarnya penuh optimisme.
Tak berhenti di situ, Wahab berharap dukungan lebih, termasuk pengadaan rumpon plankton untuk menjaga ekosistem laut. Rumpon bukan hanya rumah bagi ikan-ikan kecil, tapi juga ‘meja makan’ alami bagi hiu paus.
“Dengan banyak plankton, hiu paus akan lebih sering datang, sehingga wisatawan selalu bisa melihatnya,” ujarnya.
Selain Botubarani, Wamenpar juga menyempatkan diri singgah ke Desa Wisata Religi Bubohu Bongo serta meninjau fasilitas toilet bersih di Pantai Dulanga.
Kehadiran Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Hariyanto, serta Staf Ahli Bidang Transformasi Digital Masruroh, menegaskan bahwa pariwisata Gorontalo kini menjadi perhatian serius pemerintah pusat.
Botubarani sudah punya bintang kelas dunia: hiu paus. Namun, menjaga agar bintang itu tetap bersinar butuh kerja bersama—warga, wisatawan, dan pemerintah.
Karena pada akhirnya, raksasa laut itu tak hanya memberi pesona, tapi juga mengajarkan keseimbangan: wisata boleh berkembang, tapi konservasi tak boleh ditinggalkan. (kemenpar)